TANAMAN EMAS SI YATIM

gambar : agus karianto


       Sejak orang tuanya meninggal dunia, kini si Yatim tinggal bersama kakak laki-lakinya. Kakaknya terkenal serakah, apalagi terhadap harta benda peninggalan orang tuanya. Dia ingin memiliki semua harta
benda yang diwariskan orang tuanya untuk kedua anaknya. Si Yatim tidak bisa berbuat banyak dengan kelakuan kakaknya. Semua perintah dan kemauan kakaknya selalu ia turuti. Ia tidak ingin melawan perintahnya. Hal ini dilakukan si Yatim karena ingin menuruti amanah orang tuanya agar mereka berdua tidak saling bertengkar. Sehingga apapun perintah, caci maki, bentakan, sumpah serapah kakaknya yang ditujukan padanya selalu diterima dengan ikhlas dan sabar.
       Hidup si Yatim semakin merana. Semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawabnya. Menyapu, membersihkan halaman rumah serta mencuci dan memasak. Sedangkan kakaknya hanya bisa berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orang tuanya tanpa memberi sepeserpun bagiannya kepada si yatim. Oleh karena itu, setiap hari si yatimlah yang bekerja keras di rumah. Bila ada kesalahan sedikit saja dalam melakukan pekerjaannya maka kakak si yatim tidak segan-segan memberikan hukuman yang diluar batas. Si yatim sering tidak diberi makan seharian. Terkadang untuk mengisi perutnya yang lapar maka ia mencari nasi-nasi sisa kakaknya.
       Para tetangga banyak yang menaruh iba kepada si yatim. Tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Mereka takut mencampuri urusan rumah tangga orang. Namun kebanyakan dari tetangga ikut mendoakan semoga si yatim kelak akan mendapatkan kebahagiaan.
       Hari itu, kakak si yatim marah besar. Sebab niatnya berfoya-foya bersama teman-temannya gagal. Harta benda di rumahnya telah habis ia jual. Kini tidak ada harta yang bernilai yang bisa ia jual. Dan demi melampiaskan kejengkelannya ia memaki si yatim habis-habisan.
       "Anak sialan !" katanya. "Kamu jangan mencoba-coba menyembunyikan harta milik orang tua kita, ya! Kamu masih kecil tidak tahu apa-apa dengan harta itu. Ayo cepat keluarkan harta yang telah kamu sembunyikan."
       "Ampun, Kak. Yatim sama sekali tidak menyembunyikan harta itu. Yatim tidak berani, Kak."
       "Alah...dasar pembohong kamu. Adik sialan....ayo keluarkan harta itu. Aku sedang membutuhkannya."
       "Sumpah, Kak. Demi Allah saya tidak menyembunyikan harta-harta itu. Bukankah Kakak sendiri yang telah menjualnya satu persatu harta-harta itu. Dan aku tidak mendapat bagian sama sekali."
        Mendengar ucapan si Yatim membuat kakaknya terdiam. Dia merasa memang selama ini semua harta peninggalan orang tuanya telah ia jual satu persatu untuk berfoya-foya dan sepeserpun ia tidak berikan kepada si Yatim.
       "Diam kamu...kamu mau protes ya...kamu masih kecil tahu apa dengan harta benda, heh?! bentak Kakak Yatim sambil berjalan keluar rumah. Tidak henti-hentinya ia jengkel terhadap adiknya. "Sialan, ternyata dia tidak menyembunyikan harta juga. Duuuh, harta apa lagi yang bisa aku jual yaaa? Darimana aku bisa mendapatkan uang lagi?"
       Tiba-tiba di kejauhan datanglah seorang kakek-kakek mendekati rumah si yatim dan kakaknya. Dia berjalan sambil membawa sebuah bungkusan kain berwarna putih.
       "Assalamu'alaikum, cucu-cucuku," sapanya.
       "Wa'alaikumussalam warahmatullahiwabarokatuh, kakek," jawab si Yatim.
       "Heh, kakek ini siapa kok pagi-pagi begini sudah datang ke rumahku," bentak Kakak si Yatim.
       Kakek-kakek itupun kaget mendengar perbedaan sifat yang ditunjukkan adik dan kakaknya. Dia merasakan sesuatu ketidak adilan yang terjadi di rumah tersebut. Dia merasakan ada sebuah kedholiman yang ditunjukkan  seorang kakak terhadap adiknya. Namun, dia cepat tanggap dan bisa menguasai perasaannya. Kemudian dia memberitahu mereka tentang kedatangannya di rumah tersebut.
      "Kakek sebenarnya petani kepercayaan orang tuamu. Dan sebelum beliau meninggal pernah titip harta karun yang tidak ternilai besarnya yang harus saya berikan kepada kalian apabila kalian sudah dewasa. Nah, karena sekarang kalian telah dewasa maka sudah saatnya kakek membagi harta karun ini kepada kalian."
      "Wuaaaahhhh harta karun....mana harta itu, orang tua," kata Kakak si Yatim berapi-api ingin merampas bungkusan yang dibawa kakek di hadapannya.
      "Husshhh....sabar, den. Jangan serakah begitu. Kakek akan membagi harta ini sesuai pesan orang tuamu. Kakek akan bersikap adil. Tidak ada seorangpun yang dirugikan."
       Kakak si Yatim semakin jengkel. Niatnya merampas peninggalan orang tuanya yang dibawa kakek di hadapnya tidak terlaksana. Akhirnya, ia menuruti saja pembagian harta yang dilakukan kakek tersebut.
       "Begini, cucu-cucuku," kata si kakek mulai membagi harta karunnya."Kedua orang tuamu sengaja meninggal dua jenis harta karun kepadamu. Kamu berdua disuruh memilih salah satu diantaranya. Sebenarnya orang tuamu meninggalkan kepingan-kepingan emas yang sungguh berlimpah ruah banyaknya di
lahan yang ditinggalkannya. Lahan ini ada dua macam. Yang pertama sangat luas yang berada di kanan dan kiri rumahmu ini dan satunya lagi sepetak lahan kecil subur yang ada di sebelah sungai di belakang rumah ini. Nah, untuk mengeluarkan kepingan-kepingan emasnya kalian harus memancingnya dengan butiran-butiran jagung yang kakek bawa ini. Nah, sekarang kalian bisa memilih salah satu diantaranya."
       Betapa senang kakak si yatim mendengar bahwa di lahan orang tuanya ternyata menyimpan kepingan. "Hanya dengan memancing memakai butiran jagung ternyata harta itu bisa keluar? Ouw sunggung senang bila bisa memiliki lahan yang luas tentu harta yang aku punya semakin banyak. Biar saja si Yatim dapat lahan yang kecil di pinggir sungai itu," kata kakak Yatim dalam hati.
       "Hoi, orang tua. Aku pilih lahan yang luas di samping kiri dan kanan rumah orang tuaku. Biarlah lahan kecil di pinggir sungai menjadi milik si Yatim. Dan Yatim harus keluar dari rumah ini karena semua akan menjadi milikku," kata kakak si Yatim menunjukkan keserakahannya.
       Si kakek hanya bisa mengelus dada. Ia kasihan dan prihatin dengan keserakahan kakak si Yatim.
       "Hoi, orang tua...ayo serahkan juga biji-biji jagungnya agar aku segera memancing harta warisan orang tuaku."
       "Sabar, cucuku. Di dalam kantong ini ada seratus biji. Dan aku akan membagi rata untuk kalian."
       "Wahhh....tidak bisa begitu, orang tua. Aku yang memilih lahan luas tentu harus mendapat bagian biji yang banyak juga dibandingkan si yatim yang memiliki lahan kecil. Ayo serahkan kantongmu itu, biar aku sendiri yang membaginya secara adil." kata kakak Yatim sambil merampas kantong yang dibawa kakek di hadapannya.
      "Nah, karena lahanku luas maka aku ambil 90 biji jagung. Dan biarlah 10 biji jagung menjadi milik si Yatim."
      "Wah, kamu tidak adil, cucuku," kata kakek kemudian.
      "Tidak adil bagaimana, orang tua," bentak kakak si yatim. "Justru aku bertindak adil sekali. Siapa yang memiliki lahan luas tentu mendapatkan bagian yang banyak. Hehehehehe......adil khan?!"
       Dan si Yatim tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerima begitu saja pembagian harta milik kedua orang tuanya. Ia tidak mau bertengkar dengan kakaknya gara-gara harta warisan. Ia cukup senang melihat kakaknya bisa ceria seperti dulu lagi. Ia tetap bersyukur masih mendapat lahan peninggalan orang tuanya walaupun ukurnnya kecil. Oleh karena itu, setelah menerima pembagian jatahnya, maka si Yatim diajak kakek tersebut tinggal di gubuknya dekat lahan milik si Yatim. Betapa senang si yatim ternyata masih ada orang yang peduli dengan dirinya. "Terima kasih, Kek. Yatim senang bisa tinggal bersama Kakek."
     
                                                                ***
       Setelah berhasil merebut harta peninggalan orang tuanya berupa lahan yang luas, kini kakak si yatim merasa bahagia. Ia membayangkan akan mendapatkan kepingan-kepingan emas yang berlimpah ruang di lahannya. "Dengan lahan yang luas begini tentu kepingan-kepingan emasnya akan semakin banyak. Uhuyyy...dasar si Yatim bodoh bisa saja aku bohongi," kata kakak yatim sambil memasang biji-biji jagung di alat pancing yang telah ia siapkan. Ada puluhan alat pancing yang telah dipasangi biji jagung.
      "Nah, malam nanti aku akan memancing kepingan emas agar tidak kelihatan orang. Kalau sampai orang-orang tahu aku mendapat berkeping-keping emas di lahanku ini bisa gawat. Aku tidak mau bila orang-orang mencuri kepingan-kepingan emasku."
Dan malam harinya, kakak si Yatim mulai memasang alat pancingnya di setiap sudut lahan yang menjadi miliknya. Ia juga telah menyiapkan keranjang besar sebagai tempat kepingan-kepingan emas hasil tangkapannya.
       Satu jam, dua jam, tiga jam, enam jam, namun tidak sekeping emaspun yang berhasil ia dapatkan. Kakak di yatim merasa kecewa dan jengkel. "Ah, mungkin emas-emas itu belum mau keluar. Besok aku akan mencoba memancingnya lagi. Siapa tahu mereka akan muncul juga."
       Dan besok harinya kakak si yatim mencoba memasang alat pancingnya lagi. Namun seharian ia tunggui alat pancingnya namun tidak sekeping emaspun yang berhasil didapatnya. Dan berhari-hari, berminggu-minggu hingga berbulan-bulan pekerjaan itu tetap ia lakukan dengan harapan ia mendapatkan berkeping-keping emas dari lahan peninggalan orang tuanya, namun usahanya tetap nihil. Tidak ada sekeping emaspun yang berhasil ia dapatkan. Lahan miliknya makin tidak terurus. Semak belukar tumbuh di sana sini. Kakak si yatim semakin jengkel. Perbekalan makanan di rumahnya semakin habis. Ia kesulitan mendapatkan makanan lagi. Sementara harapan mendapatkan kepingan emas dari alat pancingnya tetap berlanjut. Namun, harapan tinggal menjadi harapan. Tubuh kakak si yatim menjadi kurang terurus. Ia semakin jarang makan. Tubuhnya menjadi kurus kering. Dan untuk sekedar menyambung hidup akhirnya tanpa malu-malu ia minta-minta makanan ke setiap rumah yang ia jumpainya.

       Hal ini beda dengan kehidupan si Yatim. Setelah mendapat jatah lahan dan 10 biji jagung dari kakaknya. Ia bersama di kakek menggarap lahan suburnya. Seluruh tanah mereka olah. Biji jagung mereka tanam. Setiap rumput liar dan hama tanaman  mereka buang. Si Yatim dan Kakek bekerja dengan riang. Mereka bersyukur dengan karunia Allah swt. Setiap pohon jagung yang mereka tanam menghasilkan jagung yang banyak dengan ukuran yang amat besar. Si Yatim dan kakek merasa senang. Dari hasil panen jagungnya ternyata bisa ditukarkan dengan kepingan-kepingan emas yang begitu banyak.
       Ternyata benar kata orang tuanya. Harta warisan orang tuanya yang berupa kepingan-kepingan emas di lahan suburnya bisa dipancing dengan biji jagung hanya dengan cara bekerja keras mengolah lahan dan menanaminya dengan butiran-butiran. Nah, dari hasil panen jagungnya kita bisa membelikannya dengan kepingan-kepingan emas.
Untuk mendapat kepingan-kepingan emas kita tidak bisa memancingnya dengan sikap malas-masalan saja.

      

selesai

sumenep, Senin,29 Nopember 2012


Moral cerita : Untuk mendapatkan kepingan-kepingan emas dimanapun berada kita tidak bisa 
                      memancingnya dengan sikap malas-malasan. Tapi bekerja keraslah dimanapun
                      berada. Dan bersyukurlah apapun yang anda peroleh.