BUAH KESABARAN SI KAYU DAN SANG PAKU
ilustrasi : agus karianto |
Kebetulan saat itu si pemilik gudang sedang membuat meja kursi yang belum selesai.
"Hoi, Paku! Kamu itu makin menyengsarakan aku saja!" bentak si kayu.
"Lho...apa maksudmu, kayu?" jawab sang paku.
"Eeee...kura-kura dalam perahu...pura pura tidak tahu, lagi...dasar."
"Lha iya...kenapa kamu bilang aku menyengsarakanmu? Kok bisa?" tanya sang paku tidak mengerti maksud pembicaraan si kayu.
"Sejak kedatanganmu, aku semakin sengsara. Tubuhku sebelumnya sudah dipotong-potong, digergaji dan sekarang kamu melukai tubuhku dengan ujung pakumu. Sakit, tahu !!!!"
Sang paku cuma bisa terdiam mendengar penuturan si kayu.
"Aku sendiri tidak bisa menolak ketika ujung pakuku menancap di tubuhmu," kata sang paku. "Bukankah yang menancapkan aku ke tubuhmu adalah pemilik gudang ini...jadi bukan aku yang salah....aku tidak bisa menolaknya"
"Omong kosong....pokoknya sejak kedatangamu aku semakin menderita....itu salahmu!!! kata si kayu.
"Wuah...ya tidak bisa begitu...aku sendiri juga menderita tetapi aku tidak berteriak-teriak seperti kamu."
"Hoi jangan membelokkan masalah, kamu," bentak si kayu. "Aku yang menderita kamu kok ikut-ikutan menderita...memangnya apa penderitaanmu?"
Sang paku mencoba menjawab si kayu sambil mengelus-elus kepalanya.
"Memangnya kamu saja yang merasakan tubuhmu sakit? Tidakkah kamu lihat kepalaku selalu dipukul palu terus menerus sampai botak begini....aku pusing....aku pusing setiap kepalaku dipukul-pukul palu."
Dan Si kayu tertawa terbahak-bahak melihat kepala sang paku yang botak mengkilap akibat pukulan palu.
"Hahahahahhahahahaha....hahahahahahah....hahahahaha....kepalamu lucu?" kata si kayu sambil terus tertawa terbahak-bahak.
Sang paku ikut tertawa. Ia senang melihat si kayu mulai bisa melupakan rasa sedihnya. Kini si kayu berhenti menyalahkan diri sendiri karena ada temannya yang ikut menderita seperti dirinya.
"Sebenarnya kamu harus merasa bangga, Kayu," kata sang paku.
"Apa maksudmu, paku?" tanya si kayu tidak mengerti.
"Sebenarnya semua pengorbananmu itu tidak seberapa dibandingkan dengan besarnya jasamu untuk seluruh dunia ini."
"Hahahaha...jasa katamu? Jasa apa?!" tanya si kayu.
"Begini, teman. Selama ini tubuhmu selalu dipotong-potong, digergaji, dihaluskan. Setelah itu tubuhmu direkatkan satu sama lain menggunakan paku. Dan setelah itu jadilah aneka jenis meja, kursi dan peralatan rumah tangga lain dengan bentuk yang indah. Namun, tidakkah kamu tahu bahwa dengan pengorbananmu ini kamu sudah menjadi bagian melahirkan para pahlawan, para ilmuwan, para peneliti, doktor, dokter, profesor dan masih banyak lagi profesi yang lain. Mereka bisa cerdas karena sebelumnya menuntut ilmu di bangku sekolah. Setiap hari mereka menuntut ilmu menggunakan tubuhmu. Coba bayangkan andai saja kamu tidak mengorbankan tubuhmu untuk dijadikan bangku dan kursi sekolah, maka mereka akan kesulitan menulis ilmu-ilmunya. Tentunya dunia keilmuan akan tidak bisa berkembang secepat ini."
Si kayu hanya bisa diam mendengar penuturan sang paku. Dia kini sadar bahwa tidak seharusnya setiap hari dia menyesali diri. Seharusnya dia bangga karena sedikit pengobanannya ternyata bisa berperan serta memajukan perkembangan ilmu pengetahuan dunia.
"Benar katamu, teman. Buat apa kita menyesali diri sendiri pada setiap pengorbanan yang kita kerjakan. Ternyata setiap pengorbanan tentu akan menghasilkan kebaikan yang tidak kita sadari sebelumnya," kata si kayu sambil merelakan tubuhnya dipaku untuk dijadikan bangku-bangku sekolah.
selesai,'
sumenep, 6 April 2013