ULAT BULU YANG MAU SEKOLAH

ilustrasi : aguskarianto


          Pagi itu, si Ulat Bulu berjalan cepat-cepat menuju SD Inpres. Dia ingin sekolah. Dia ingin pintar seperti teman-temannya. Dia tidak mau menjadi bodoh sehingga mudah dibohongi teman-temannya. "Tidak enak rasanya menjadi bodoh itu. Pokoknya aku harus sekolah, " demikian kata si Ulat Bulu dalam hati.
          Namun, sayang setiap kali ia memasuki sekolah maka spontan seluruh murid ketakutan. Mereka berlarian menjauhi si ulat bulu. Mereka tidak mau mengambil resiko. Mereka takut badan mereka menjadi gatal-gatal terkena bulu-bulu dari si ulat bulu. Dan hal ini membuat si ulat bulu sedih. Karena semua murid tidak mau berteman dengannya. Semua murid senantiasa lari menjauh bila di dekati si ulat bulu. Bahkan yang paling menyedihkan si ulat bulu bahwa setiap sekolah yang didatanginya selalu menolak dia bersekolah di sana.. Berbagai alasan yang dikemukakan pihak sekolah. Bangkunya sudah penuh. Sekolah tidak menerima binatang. Bahkan yang paling menyedihkan yaitu teman-temannya selalu mengejeknya sebagai binatang yang menjijikkan. Tubuhnya mengandung racun gatal. Akhirnya si ulat bulu pulang dengan perasaan bersedih.
           Walaupun banyak sekolah yang menolak dia menjadi muridnya, namun si ulat bulu tetap bertekad ingin sekolah. Ia terus mencari dan memasuki setiap sekolah agar dirinya bisa diterima sebagai murid. Berpuluh-puluh sekolah yang telah dia masuki, namun tidak satupun yang menerima menjadi muridnya. "Aku tidak boleh putus asa," kata si ulat bulu.
           Di tengah jalan, si ulat bulu bertemu si kancil. Si kancil tertawa terbahak-bahak melihat penampilan si ulat bulu. Si ulat bulu nampak terseok-seok membawa tas sekolah di punggungnya.
          "Hahahahaha...hahaha..hahahahaa...woi mau sekolah nih yeee!!" ledek si kancil. "Hahaha..memangnya sekolah mana yang mau menerimamu menjadi muridnya?"
          "Kamu jangan menghinaku seperti itu, Kancil," jawab si ulat bulu.
          "Siapa yang menghina...memangnya kenyataan khan? Semua sekolah menolaknya khan?!"
          "Iya, memang sampai sekarang aku belum dapat sekolah. Tetapi aku tidak mau berputus asa. Aku masih memiliki harapan besar pasti ada sekolah yang mau menerimaku menjadi muridnya. "
          "Hahahaha...urungkan saja niatmu, Si Ulat Bulu. Percuma! Sampai kiamat pun pasti tidak ada satu sekolahpun yang mau menerimamu menjadi muridnya."
          "Tapi. cill....huhuhu...huhuhu..huhuhu...," kata si ulat bulu bersedih dan mulai menangis. "Aku ingin sekolah..aku ingin pintar..aku tidak mau jadi bodoh yang bisa mudah dibohongi teman-teman lagi..huhuhu..huhuhu...huhuhuhuu."
           Si kancil terharu melihat si ulat bulu bersedih. Ia kagum terhadap semangat pantang menyerahnya.
            "Wuuuaaahh...kamu jangan bersedih begitu, teman," kata si kancil menghibur si ulat bulu.
            "Sebenarnya nenek moyangmu sudah meninggalkan ilmu yang sangat tinggi yang tidak aku miliki. Ilmu itu ada pada setiap lembaran daun muda yang kamu makan. Setiap lembaran daun muda berisi ilmu yang hebat. Itulah ilmu kehidupan. Aku sendiri tidak bisa memilikinya."
           "Ah, kamu meledekku, ya?"
           "Lho, ini benar, teman. Cobalah makan sampai kamu kenyang daun muda itu, maka kamu akan spontan masuk kedalam kepompong untuk berpuasa dalam beberapa hari. Nah, kalau sampai waktunya maka kamu akan keluar kepompong sambil membawa sepasang  sayap. Kamu bisa terbang kemanapun kamu suka. Dan kamu bebas menghisap madu-madu berkualitas tinggi pada sari bunga, lalu kamu tumbuh dewasa dan kawin lalu bertelur untuk menjadi ulat lagi. Begitulah seterusnya. Itulah ilmu hebat yang tidak aku miliki."
            "Ah, kamu bohong, Cil! Kamu mau menipuku ya? Mana ada ilmu yang tertulis pada lembaran-lembaran daun muda. Bohong!"
            "Lho, kenapa harus bohong? Bohong itu dosa. Aku tidak mau menambah dosa dalam hidupku. Aku takut terhadap hukuman Allah SWT bila banyak berbohong."
            "Tapi gak masuk akal mana mungkin pada setiap lembaran daun muda berisi ilmu yang hebat?" kata ulat bulu.
            "Begini ulat bulu, sebenarnya kamu itu sudah pandai. Kamu itu cerdas. Tanpa kamu sadari, ilmu itu sebenarnya sudah melekat pada nalurimu untuk kelangsungan kehidupan di alam semesta ini. Tanpa ada kepandaian darimu maka kami tidak akan bisa menikmati indahnya bunga yang mekar berwarna-warni. Kami tidak bisa menikmati manisnya rasa buah mangga, nanas, markisa, dan buah-buahan yang lain. Dengan kepandaianmu, tumbuhan bisa berkembangbiak dan menghasilkan buah yang segar. Saat kamu mengambil madu dari setangkai bunga maka kamu ikut membantu penyerbukan tumbuhan. Dan selanjutnya tumbuhan akan menghasilkan buah-buahan yang segar-segar"
            Si ulat bulu serius mendengarkan kata-kata si kancil. Dia sampai meneteskan airmata. Dia tidak menyangka bahwa kepandaian yang telah dimiliknya ternyata sungguh luar biasa. Dia selama ini kurang mensyukurinya. Dia terlalu melihat kelebihan teman-temannya sehingga merendahkan potensi yang telah dimilikinya. Tuhan ternyata memberikan kelebihan setiap makhuknya berbeda-beda.                                                 "Jadi menuntut ilmu bukan untuk gaya-gayaan. Punya ilmu bukan untuk tujuan pamer kecerdasan kepada teman-temanmu. Tapi berilmulah untuk bisa bermanfaat bagi berlangsungnya kehidupan di dunia ini. Berilmulah agar dirimu bisa bermanfaat bagi semua teman-temanmu. Itulah sebenarnya hakekat memiliki ilmu."
            Akhirnya, si ulat bulu tidak bisa menyembunyikan rasa gembiranya. Dia berteriak lantang-lantang di hadapan si Kancil : " TERIMA KASIH TEMAN, AKU AKAN MENGGUNAKAN ILMU YANG KUMILIKI UNTUK BISA BERMANFAAT BAGI SEMUA TEMAN-TEMANKU."
            Si Kancil tersenyum sambil berjalan pergi meninggalkan si ulat bulu yang kini sudah bisa tertawa lagi.